Studi Kasus : Peran Pemerintah Kota
Bima NTB sebagai Manajer Pasca Penyelesaian Konflik Tambang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Manajemen
adalah suatu proses interaksi sosio- teknik yang terjadi dalam organisasi
formal dengan tujuan untuk mencapai tujuan organisasi yang ditentukan melalui
penggunaan sumber- sumber orang lain (Burgess, 1998). Berbagai pendapat dari
beberapa ahli administrasi dikemukakan dalam mengidentifikasi fungsi-fungsi
manajemen yang pada intinya adalah perencanaan, pengorganisasian, penyusunan,
pengarahan dan pengawasan.[1]
Stoner (1985)
menyampaikan bahwa sebaiknya seorang pengelola (manajer) mendorong anggota
organisasinya untuk melaksanakan melalui :
1. Membuat kebijakan yang jelas yang mendorong perilaku etika
2. Tanggung jawab kedisiplinan
3. Menyebarluaskan kode etik melalui teknik belajar yang aktif
4. Mendorong staf untuk menambah pengetahuannya mengikuti kursus-kursus manajemen pada sekolah-sekolah atau yang mengadakan kursus tentang legal dan etik profesi/ organisasi.
1. Membuat kebijakan yang jelas yang mendorong perilaku etika
2. Tanggung jawab kedisiplinan
3. Menyebarluaskan kode etik melalui teknik belajar yang aktif
4. Mendorong staf untuk menambah pengetahuannya mengikuti kursus-kursus manajemen pada sekolah-sekolah atau yang mengadakan kursus tentang legal dan etik profesi/ organisasi.
Jadi
pada dasarnya seorang manager harus memegang teguh nilai-nilai serta standar
etika pada setiap perilakunya yang mana hal ini akan mempengaruhi mutu
pelayanan yang menjadi tanggung jawabnya, oleh sebab itu sebaiknya selain kode
etik untuk manager pada umumnya, juga kode etik bagi pengelola (administrator)
perlu diadakan.
Dalam
proses pelaksanaannya, tak ada suatu perencanaan yang berjalan dengan mulus
tanpa hambatan. Tentunya pasti ada hal- hal yang mengganjal ataupun yang
menghalangi suksesnya suatu pola manajemen. Misalnya saja dalam manajemen
birokrasi pemerintahan yang terjadi di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Dalam
suatu kebijakan yang diterapkannya, ada pertentangan yang terjadi dalam
dinamika masyarakat tersebut. Pada tahun 2011 yang lalu, masyarakat menuntut
adanya perevisian kembali terkait KK (Kontrak Karya) pertambangan salah satu
perusahaan asing karena dinilai merugikan masyarakat. Pemerintah, dituding
melakukan penyimpangan dikarenakan menyetujui kontrak tersebut secara sepihak.
Apabila ditinjau dari sisi manajemennya, tentunya ini menimbulkan suatu
problematika atas tatanan sistem yang telah dibangun oleh pemerintah.
Akibatnya, muncul suatu ketimpangan sosial dalam masyarakat dan terjadinya
disintegrasi sosial. Oleh karena itu, diperlukanlah suatu sistem manajemen yang
sistematis dan kondusif dalam mengelola dan mengantisipasi segala kemungkinan
yang terjadi agar proses manajemen, yang meliputi planning, organizing,
actuating, and controlling dapat terealisasi dengan kongkrit dan dirasakan
manfaatnya, artinya proses input, hingga proses output dapat berjalan dengan
lancar.
2.1. Rumusan Masalah
a.
Peran Manager dalam memulihkan suatu organisasi pasca terjadinya suatu masalah.
b.
hambatan-hambatan yang dihadapi manajer dalam organisasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Peran Manager dalam memulihkan
suatu organisasi pasca terjadinya suatu masalah
Peranan
manajer dalam suatu organisasi itu sangatlah penting karena keberadaan manajer
yaitu menjadi palang pintu atau menjadi salah satu ujung tombak dari
keberhasilan dalam berorganisasi. Salah satu tugas atau peran manajer yaitu
harus bisa mengelola konflik dalam organisasi yang dipimpinnya sehingga setiap
konflik itu bisa diselesaikan dengan baik dan tidak ada yang merasa dirugikan.[2]
Selanjutnya, dalam memahami peran manager dalam mengelola konflik, ada beberapa
tipe dan jenis konflik yang harus dimengerti terlebih dahulu. Menurut Rahman
Faisal, konflik itu ada beberapa ciri, yaitu :
Menurut
Baden Eunson (Conflict Management, 2007,diadaptasi), terdapat beragam jenis konflik:[3]
a) Konflik
vertikal yang terjadi antara tingkat hirarki,seperti antara manajemen
puncak dan manajemen menengah, manajemen menengah dan penyelia, dan penyelia
dan subordinasi. Bentuk konflik bisa berupa bagaimana mengalokasi sumberdaya
secara optimum, mendeskripsikan tujuan, pencapaian kinerja organisasi,
manajemen kompensasi dan karir.
b) Konflik
Horisontal, yang terjadi di antara orang-orang yang bekerja pada
tingkat hirarki yang sama di dalam perusahaan. Contoh bentuk konflik ini adalah
tentang perumusan tujuan yang tidak cocok, tentang alokasi dan efisiensi
penggunaan sumberdaya, dan pemasaran.
c) Konflik
di antara staf lini, yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki
tugas berbeda.
d) Konflik
peran berupa kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan
oleh seseorang. Konflik bisa terjadi antarkaryawan karena tidak lengkapnya
uraian pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang manajer, dan
sistem koordinasi yang tidak jelas.
Dalam
upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena
setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik.
Perubahan institusional yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya
berdampak pada perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada
terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan
konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas,
maka akan mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara
orang-orang yang terlibat.
Untuk
itulah diperlukan upaya untuk mengelola masalah secara serius oleh seorang
manager agar keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner
mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan masalah, yaitu:
1. Merangsang
konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya rendah karena
tingkat konflik yang terlalu kecil
2. Meredakan
atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau kontra-produktif
Selanjutnya,
manakala telah terjadi konflik, peran manager sangat dibutuhkan dalam mengelola
masalah agar eksistensi organisasi dapat bertahan. Menurut Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan
bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga
keterampilan tersebut adalah:
- Keterampilan konseptual (conceptional skill).
Pada saat terjadi konflik dalam organisasi, manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki
keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan baru demi
kemajuan organisasi. Gagasan
atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu
rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses
penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya
disebut sebagai proses
perencanaan atau planning.
Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga merupakan keterampilan
untuk membuat rencana kerja
yang baru bagi organisasi.
- Keterampilan berhubungan dengan
orang lain (humanity skill).
Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan
keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang
lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang
persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang
dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan
akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap
terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada
tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah. Kemampuan ini pula untuk
memotivasi para bawahan agar lebih giat dalam membangun sistem organisasi
yang baru agar lebih eksis kedepannya.
- Keterampilan teknis (technical skill).
Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat
yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk
menjalankan suatu pekerjaan tertentu.
Selain
itu, untuk membangun kembali organisasi ataupun birokrasi yang telah goyah,
seorang manager harus kembali mensinergiskan partnership yang menjadi rekan kerja organisasi tersebut dalam
bergerak. Hal ini tentunya akan mempercepat kembali berjalannya organisasi
karena ada relasi yang membantu organisasi tersebut. Networking atau jaringan, merupakan hal utama dan pertama dalam
menciptakan sinergisitas lembaga, artinya eksistensi dan kualitas lembaga
tergantung sejauh mana relasi yang dimiliki, peran dan anddil relasi, serta
kepemimpinan yang bersifat good leader dari seorang manajemen. Sehingga,
manakala organisasi tersebut mengalami ketimpangan dan mengharuskan untuk
berbenah, ada pihak- pihak yang membantu dan menghidupkan organisasi yang
timpang tadi.
2.2. Hambatan-hambatan yang
dihadapi manajer dalam organisasi
Salah
satu hambatan terbesar seorang manager dalam organisasi ialah perubahan.
Organisasi yang pada dasarnya bersifat dinamis dan berwawasan terbuka, tentunya
akan memberikan peluang bagi seluruh elemen untuk menyampaikan sesuatu, agar
didengar maupun sebagai bentuk partisipasi. Misalnya saja dalam study kasus
Kota Bima di NTB tadi, ada semacam isu yang bergulir (dalam hal ini mengenai
pertambangan) yang menjadi brainstorming masyarakat.
Sehingga, masyarakat yang merasa perlu berpartisipasi, mengusulkan berbagai
usulan kebijakan yang ternyata merubah tatanan sistem yang telah dibangun oleh
kepala daerah (dalam hal ini disebut manager).
Pada
dasarnya, perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika
perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat
memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang
mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial
sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi
nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalamorganisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehidupan masyarakat yang telah ada.
Dalam
mengelola organisasi yang baru saja ditimpa masalah ataupun konflik, terkadang
muncul perbedaan persepsi dari anggota organisasi dalam proses membangun
kembali jejaring organisasi yang telah rusak. Pandangan- pandangan ini
diklasifikasikan sebagai berikut :
a.
Pandangan Tradisional (The
Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa semua
konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan
harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan
dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
b.
Pandangan Hubungan Manusia (The
Human Relations View). Pandangan ini berargumen bahwa konflik
merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi.
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan
konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga
bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi.
c.
Pandangan Interaksionis (The
Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong
terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang kooperatif,
tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif,
dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik
perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga
kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.
Atas
tiga pandangan inilah, manajer terkadang menemui hambatan dalam mensinergikan kembali
organisasi yang diamanahkan padanya. Oleh karena itu, manager harus memiliki
skill dan kemampuan dalam mensinergikan perannya terlebih dahulu. Henry Mintzberg,
seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang
dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh
peran itu ke dalam tiga kelompok, yaitu:[4]
a. Peran
antar pribadi : Merupakan peran yang melibatkan orang dan kewajiban lain, yang
bersifat seremonial dan simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk
anak buah, pemimpin, dan penghubung.
b. Peran
informasional ; Meliputi peran manajer sebagai pemantau dan penyebar informasi,
serta peran sebagai juru bicara.
c. Peran
pengambilan keputusan : Yang termasuk dalam kelompok ini adalah peran sebagai
seorang wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding.
Dengan
memperhatikan peran- peran tadi, manager akan lebih mudah mengorganisir
organisasinya dengan baik, ditambah lagi dengan kemampuan untuk mendefinisikan
masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan yang lebih
utama lainnya ialah membuat keputusan yang merupakan modal paling utama bagi
seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Menurut Griffin[5], dalam
membuat keputusan, ada tiga langkah yang dapat ditempuh. Pertama, seorang
manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat
diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap
alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik.
Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih
serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa peran manajer dalam mengelola
organisasi pasca konflik dalam dinamika organisasi itu sangat penting, diantaranya:
- Manajer sebagai mediator atau
pengarah dalam memecahkan masalah
- Manajer sebagai motivator terhadap
organisasinya
- Manajer mempunyai peran penting
dalam pengambil keputusan yang akan diikuti oleh bawahannya.
- Manajer harus mengedepankan
musyawarah untuk mufakat dalam mensinergiskan organisasi atau lembaga yang
dipimpinnya.
Selain
itu seorang manajer juga diharapkan bisa menjadi teman sekaligus sebagai orang
tua dalam organisasi, serta dapat membangun kembali networking atau jaringan yang berfungsi sebagai rekanan dalam
mensinergiskan kembali organisasi manakala mengalami ketimpangan, sehingga
dengan keadaan seperti itu perkembangan organisasi bisa diciptakan dengan baik
dan dapat mewujudkan apa yang menjadi visi dan misi dalam organisasi.
3.2. Saran
Manager
sebagai pucuk pimpinan dalam organisasi, haruslah mampu membangun motivasi bagi
bawahannya ketika organisasi mengalami kemunduran. Selain itu, seorang manager
haruslah dapat berbenah diri dan mencari solusi terbaik bagi organisasinya
pasca organisasi tersebut mengalami kemunduran, agar dinamisasi organisasi
dapat segera pulih dan kembali seperti biasanya.
DAFTAR PUSTAKA
Rahman
Faisal dalam Peran Manajer Dalam Mengelola Konflik Organisasi
Griffin,
R. 2006. Business, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.
http://faisal14.wordpress.com/2010/02/01/peran-manajer-dalam-mengelola-konflik-organisasi/, diunduh pada
hari kamis, 12 april 2012 pukul 23.12 WIB
http://iamsofreak.multiply.com/journal/item/1/Tugas_dan_Fungsi_Seorang_Manajer?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem, diunduh pada
hari kamis, 12 april 2012 pukul 23.12 WIB
http://dwiherawanners.blogspot.com/2009/04/peran-dan-fungsi-manajer.html, diunduh pada
hari kamis, 12 april 2012 pukul 23.12 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar