Senin, 28 Mei 2012

Peran Pemerintah sebagai Manajer Dalam Pemulihan Suatu Organisasi Pasca Konflik


 
Studi Kasus : Peran Pemerintah Kota Bima NTB sebagai Manajer Pasca Penyelesaian Konflik Tambang



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manajemen adalah suatu proses interaksi sosio- teknik yang terjadi dalam organisasi formal dengan tujuan untuk mencapai tujuan organisasi yang ditentukan melalui penggunaan sumber- sumber orang lain (Burgess, 1998). Berbagai pendapat dari beberapa ahli administrasi dikemukakan dalam mengidentifikasi fungsi-fungsi manajemen yang pada intinya adalah perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan.[1]
Stoner (1985) menyampaikan bahwa sebaiknya seorang pengelola (manajer) mendorong anggota organisasinya untuk melaksanakan melalui :
1. Membuat kebijakan yang jelas yang mendorong perilaku etika
2. Tanggung jawab kedisiplinan
3. Menyebarluaskan kode etik melalui teknik belajar yang aktif
4. Mendorong staf untuk menambah pengetahuannya mengikuti kursus-kursus manajemen pada sekolah-sekolah atau yang mengadakan kursus tentang legal dan etik profesi/ organisasi.
Jadi pada dasarnya seorang manager harus memegang teguh nilai-nilai serta standar etika pada setiap perilakunya yang mana hal ini akan mempengaruhi mutu pelayanan yang menjadi tanggung jawabnya, oleh sebab itu sebaiknya selain kode etik untuk manager pada umumnya, juga kode etik bagi pengelola (administrator) perlu diadakan.
Dalam proses pelaksanaannya, tak ada suatu perencanaan yang berjalan dengan mulus tanpa hambatan. Tentunya pasti ada hal- hal yang mengganjal ataupun yang menghalangi suksesnya suatu pola manajemen. Misalnya saja dalam manajemen birokrasi pemerintahan yang terjadi di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Dalam suatu kebijakan yang diterapkannya, ada pertentangan yang terjadi dalam dinamika masyarakat tersebut. Pada tahun 2011 yang lalu, masyarakat menuntut adanya perevisian kembali terkait KK (Kontrak Karya) pertambangan salah satu perusahaan asing karena dinilai merugikan masyarakat. Pemerintah, dituding melakukan penyimpangan dikarenakan menyetujui kontrak tersebut secara sepihak. Apabila ditinjau dari sisi manajemennya, tentunya ini menimbulkan suatu problematika atas tatanan sistem yang telah dibangun oleh pemerintah. Akibatnya, muncul suatu ketimpangan sosial dalam masyarakat dan terjadinya disintegrasi sosial. Oleh karena itu, diperlukanlah suatu sistem manajemen yang sistematis dan kondusif dalam mengelola dan mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi agar proses manajemen, yang meliputi planning, organizing, actuating, and controlling dapat terealisasi dengan kongkrit dan dirasakan manfaatnya, artinya proses input, hingga proses output dapat berjalan dengan lancar.
2.1. Rumusan Masalah
a. Peran Manager dalam memulihkan suatu organisasi pasca terjadinya suatu masalah.
b. hambatan-hambatan yang dihadapi manajer dalam organisasi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Peran Manager dalam memulihkan suatu organisasi pasca terjadinya suatu masalah
Peranan manajer dalam suatu organisasi itu sangatlah penting karena keberadaan manajer yaitu menjadi palang pintu atau menjadi salah satu ujung tombak dari keberhasilan dalam berorganisasi. Salah satu tugas atau peran manajer yaitu harus bisa mengelola konflik dalam organisasi yang dipimpinnya sehingga setiap konflik itu bisa diselesaikan dengan baik dan tidak ada yang merasa dirugikan.[2] Selanjutnya, dalam memahami peran manager dalam mengelola konflik, ada beberapa tipe dan jenis konflik yang harus dimengerti terlebih dahulu. Menurut Rahman Faisal, konflik itu ada beberapa ciri, yaitu :
Menurut Baden Eunson (Conflict Management, 2007,diadaptasi), terdapat beragam jenis konflik:[3]
a)      Konflik vertikal yang terjadi antara tingkat hirarki,seperti antara manajemen puncak dan manajemen menengah, manajemen menengah dan penyelia, dan penyelia dan subordinasi. Bentuk konflik bisa berupa bagaimana mengalokasi sumberdaya secara optimum, mendeskripsikan tujuan, pencapaian kinerja organisasi, manajemen kompensasi dan karir.
b)      Konflik Horisontal, yang terjadi di antara orang-orang yang bekerja pada tingkat hirarki yang sama di dalam perusahaan. Contoh bentuk konflik ini adalah tentang perumusan tujuan yang tidak cocok, tentang alokasi dan efisiensi penggunaan sumberdaya, dan pemasaran.
c)      Konflik di antara staf lini, yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki tugas berbeda.
d)     Konflik peran berupa kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang. Konflik bisa terjadi antarkaryawan karena tidak lengkapnya uraian pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang manajer, dan sistem koordinasi yang tidak jelas.
Dalam upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Perubahan institusional yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas, maka akan mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara orang-orang yang terlibat.
Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola masalah secara serius oleh seorang manager agar keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan masalah, yaitu:
1.      Merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya rendah karena tingkat konflik yang terlalu kecil
2.      Meredakan atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau kontra-produktif
Selanjutnya, manakala telah terjadi konflik, peran manager sangat dibutuhkan dalam mengelola masalah agar eksistensi organisasi dapat bertahan. Menurut Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga keterampilan tersebut adalah:
  1. Keterampilan konseptual (conceptional skill). Pada saat terjadi konflik dalam organisasi, manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan baru demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga merupakan keterampilan untuk membuat rencana kerja yang baru bagi organisasi.
  2. Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill). Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah. Kemampuan ini pula untuk memotivasi para bawahan agar lebih giat dalam membangun sistem organisasi yang baru agar lebih eksis kedepannya.
  3. Keterampilan teknis (technical skill). Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu.
Selain itu, untuk membangun kembali organisasi ataupun birokrasi yang telah goyah, seorang manager harus kembali mensinergiskan partnership yang menjadi rekan kerja organisasi tersebut dalam bergerak. Hal ini tentunya akan mempercepat kembali berjalannya organisasi karena ada relasi yang membantu organisasi tersebut. Networking atau jaringan, merupakan hal utama dan pertama dalam menciptakan sinergisitas lembaga, artinya eksistensi dan kualitas lembaga tergantung sejauh mana relasi yang dimiliki, peran dan anddil relasi, serta kepemimpinan yang bersifat good leader dari seorang manajemen. Sehingga, manakala organisasi tersebut mengalami ketimpangan dan mengharuskan untuk berbenah, ada pihak- pihak yang membantu dan menghidupkan organisasi yang timpang tadi.
2.2. Hambatan-hambatan yang dihadapi manajer dalam organisasi
Salah satu hambatan terbesar seorang manager dalam organisasi ialah perubahan. Organisasi yang pada dasarnya bersifat dinamis dan berwawasan terbuka, tentunya akan memberikan peluang bagi seluruh elemen untuk menyampaikan sesuatu, agar didengar maupun sebagai bentuk partisipasi. Misalnya saja dalam study kasus Kota Bima di NTB tadi, ada semacam isu yang bergulir (dalam hal ini mengenai pertambangan) yang menjadi brainstorming masyarakat. Sehingga, masyarakat yang merasa perlu berpartisipasi, mengusulkan berbagai usulan kebijakan yang ternyata merubah tatanan sistem yang telah dibangun oleh kepala daerah (dalam hal ini disebut manager).
Pada dasarnya, perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalamorganisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.
Dalam mengelola organisasi yang baru saja ditimpa masalah ataupun konflik, terkadang muncul perbedaan persepsi dari anggota organisasi dalam proses membangun kembali jejaring organisasi yang telah rusak. Pandangan- pandangan ini diklasifikasikan sebagai berikut :
a.      Pandangan Tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
b.      Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View). Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi.
c.       Pandangan Interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.
Atas tiga pandangan inilah, manajer terkadang menemui hambatan dalam mensinergikan kembali organisasi yang diamanahkan padanya. Oleh karena itu, manager harus memiliki skill dan kemampuan dalam mensinergikan perannya terlebih dahulu. Henry Mintzberg, seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh peran itu ke dalam tiga kelompok, yaitu:[4]
a.       Peran antar pribadi : Merupakan peran yang melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan penghubung.
b.      Peran informasional ; Meliputi peran manajer sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara.
c.       Peran pengambilan keputusan : Yang termasuk dalam kelompok ini adalah peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding.
Dengan memperhatikan peran- peran tadi, manager akan lebih mudah mengorganisir organisasinya dengan baik, ditambah lagi dengan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan yang lebih utama lainnya ialah membuat keputusan yang merupakan modal paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Menurut Griffin[5], dalam membuat keputusan, ada tiga langkah yang dapat ditempuh. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.



BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa peran manajer dalam mengelola organisasi pasca konflik dalam dinamika organisasi itu sangat penting, diantaranya:
  1. Manajer sebagai mediator atau pengarah dalam memecahkan masalah
  2. Manajer sebagai motivator terhadap organisasinya
  3. Manajer mempunyai peran penting dalam pengambil keputusan yang akan diikuti oleh bawahannya.
  4. Manajer harus mengedepankan musyawarah untuk mufakat dalam mensinergiskan organisasi atau lembaga yang dipimpinnya.
Selain itu seorang manajer juga diharapkan bisa menjadi teman sekaligus sebagai orang tua dalam organisasi, serta dapat membangun kembali networking atau jaringan yang berfungsi sebagai rekanan dalam mensinergiskan kembali organisasi manakala mengalami ketimpangan, sehingga dengan keadaan seperti itu perkembangan organisasi bisa diciptakan dengan baik dan dapat mewujudkan apa yang menjadi visi dan misi dalam organisasi.
3.2. Saran
Manager sebagai pucuk pimpinan dalam organisasi, haruslah mampu membangun motivasi bagi bawahannya ketika organisasi mengalami kemunduran. Selain itu, seorang manager haruslah dapat berbenah diri dan mencari solusi terbaik bagi organisasinya pasca organisasi tersebut mengalami kemunduran, agar dinamisasi organisasi dapat segera pulih dan kembali seperti biasanya.


DAFTAR PUSTAKA

Rahman Faisal dalam Peran Manajer Dalam Mengelola Konflik Organisasi

Griffin, R. 2006. Business, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.
Peran manajer from: www.wikipedia.org
Tugas dan wewenang manajer from: www.google.com



http://dwiherawanners.blogspot.com/2009/04/peran-dan-fungsi-manajer.html, diunduh pada hari kamis, 12 april 2012 pukul 23.12 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar