Minggu, 30 November 2014

REVITALISASI PERAN MAHASISWA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015*

Tidak ada Negara miskin..
Yang ada adalah Negara salah kelola..

-Anonymous-
            Dalam setiap kesempatan, saya selalu menyampaikan bahwasanya zaman memiliki masa kadaluarsa. Tak luput di dalam benak kita bahwa zaman selalu memiliki kejutan dan adagium- adagium semu bagi tiap- tiap pelaku sejarah. Ya, seperti yang kita ketahui bersama bahwa setiap zaman pasti memiliki pahlawannya, begitu pula dengan pembencinya! Pahlawan itulah yang nantinya akan menegakkan peradaban, sementara pembencinya akan menjadi seteru paling abadi. Ingat! Tak ada dalam kisah manapun, baik kolosal maupun klasik bahwa pahlawan tak memiliki musuh. Pun demikian berlaku pula pada zaman, ia pembawa peradaban, ia adalah media pembaharuan. Tinggal bagaimana para pelaku sejarah belajar pada pengalaman pendahulu mereka untuk menciptakan peradaban baru bagi zaman mereka.
            Bagi tiap- tiap para pelaku sejarah, identik dengan gelagat dan geliat kaum muda. Jika kau muda, kau harus seperti ulat nangka. Tak bisa diam pada keadaan stagnan, tak pernah bosan dengan kedinamisan. Kaum muda kita hari ini dihadapkan pada sebuah tantangan zaman. Tantangan yang menuntut mereka tidak hanya cerdas di dalam kelas, melainkan cakap dalam segala bidang. Istilah kerennya, “Agen Perubahan”. Umumnya kaum muda di negeri kita saat ini didominasi oleh para mahasiswa maupun pegiat kepemudaan lainnya. Mahasiswa yang sehari- harinya menjalani kehidupan belajar secara teori, tapi tak pernah acuh pada tirani yang menggerogoti zaman. Memang, tak semuanya berlaku demikian. Masih ada yang peduli, mereka yang masih percaya akan perubahan dan tidak tunduk pada kemunafikan. Namun siap- siap saja jikalau apa yang kalian lakukan justru dihujat karena demonstrasi yang digelar mengganggu arus lalu lintas, atau ucapan orang tua yang mengatakan, “Jangan Pergi!” saat engkau merajuk untuk berangkat aksi. Wajar saja, mengingat telah jatuh korban dalam sebuah demonstrasi akhir- akhir ini. Tapi itulah mahasiswa! Dilahirkan untuk berjuang, dilahirkan untuk bersuara lantang! Jangan kau diam saat rakyat miskin yang mensubsidimu untuk kuliah justru “dipermalukan” oleh para antek kapitalis! Jangan kau bosan bersuara, saat pembunuh tokoh intelektual pergerakan HAM bebas bersyarat tanpa ada ketuntasan masalah. Jika ada yang mengatakan ini Negara para bedebah, memang benar! Jangan kau bantah ini dengan argument apapun karena data yang kau sampaikan akan dimentahkan oleh fakta dilapangan.
            Saban hari, terdengar kabar bahwa negeri kita ini akan memasuki fase baru dalam perjalanan sejarahnya. Beberapa bulan lagi Indonesia akan tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Asean, dimana akan ada persaingan terbuka antar tiap angkatan kerja tanpa memperhitungkan lagi batas wilayah. Indonesia boleh bernafas lega, karena hingga tahun 2014 angkatan kerja negeri ini didominasi oleh anak muda dengan usia produktif dengan rentang usia 18- 26 tahun. Dibandingkan dengan Negara lain, Singapura misalnya yang justru didominasi oleh masyarakat yang memasuki usia tua. Berdasarkan rilis UNESCO pada tahun 2011 menunjukan bahwa 98,78%  kaum muda Indonesia sudah melek huruf. Pemerintah juga sudah menganggarkan 15,18% dari pengeluaran pemerintah dan 2,77% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk penyelenggaraan pendidikan. Jumlah pengangguran muda Indonesia juga cukup rendah sebesar 5% pada 2011 (World Bank, 2011, disadur dari http://fahminichsan.blogspot.com/2014/05/asian-miracle.html).  Ini adalah data 3 tahun yang lalu, sekarang mari kita amati data terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. BPS merilis data per Agustus, 2013 bahwa jumlah angkatan kerja Indonesia sebesar 118, 19 Juta Jiwa. Jumlah yang bekerja per Agustus, 2013 adalah 110, 80 Juta Jiwa. Sementara pengangguran sebesar 7,39 Juta Jiwa. Jika dikalkulasi, maka akan muncul angka 6,25% dari total angkatan kerja produktif Indonesia yang dideteksi sebagai pengangguran.(BPS, 2014) Lantas, apakah Indonesia sudah siap bersaing dengan masyarakat Asean lainnya?
Memaksimalkan Peran Pemuda
Tantangan zaman, semacam pengangguran telah ada semenjak manusia menerapkan sistem bernegara. Pun demikian Negara tentunya dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Maka dari itu, salah satu cara mengentaskan pengangguran agar tidak terjerembab pada “kemiskinan akut” ialah dengan cara berpendidikan. Ini adalah salah satu upaya yang memang harus kita percayai bahwa dengan berpendidikan, masalah pelik semacam kemiskinan akan dihapuskan. Tentunya hal ini tak terlepas dari peran para pelaku sejarah, peran pemuda dan mahasiswa. Kalian, Kita dan semuanya harus sadar bahwa ada yang perlu diperbaiki dalam diversifikasi gerakan mahasiswa. Dimana korelasi antara Public Sector, Privat Sector and Third Sector harus sinergis. Membangun Negara tidak bisa sendirian apalagi dimonopoli oleh sebuah golongan semata. Membangun Negara baiknya memang mengesampingkan perbedaan dan mulai menerima kebudayaan baru tapi harus tetap mempertahankan “Local Genius” sebagai pilar penyaring beragam kebudayaan yang masuk. Peran ketiga sector inilah yang harusnya menjadi ujung tombak, serta tameng pertahanan bagi kebangkitan Indonesia.
            Ketiga sektor ini harus dicantumkan dalam setiap elemen grand design para mahasiswa. Karena tidak  ada yang mampu melakukan tugas mulia ini selain para pemuda dan mahasiswa. Public Sector berkisar pada pembuatan kebijakan, regulasi dan aturan- aturan serta jaminan keadilan. Tugas ini tentunya dibebankan kepada pemerintah sebagai lembaga eksekutif. Siapa yang mengawal? Dalam konstitusi adalah DPR, tapi dalam kehidupan sehari- hari tentunya adalah Mahasiswa! Private  Sector berkutat pada Investasi, profit dan lain sebagainya. Dalam kasus ini, sektor inilah yang akan paling banyak menjadi arena bermain para pelaku usaha dan masyarakat. Jika tidak dikawal dengan matang, pasar akan menguasai Negara, sesuai dengan cita- cita kaum- kaum Liberalisme. Disaat pasar (market) menguasai negara maka setiap kebijakan negara harus disesuaikan dengan keinginan pasar yang menguntungkan para pemilik modal. Tentunya jika hal ini terjadi, sudah dapat ditebak, rakyatlah yang menjadi korbannya. Sektor terakhir lebih banyak berkutat mengenai tugas- tugas sosial dan pembangunan kebudayan. Sektor ini adalah sektor penyeimbang dan kaum muda harusnya lebih banyak menghiasi sektor tersebut. Manakala kalian (Kaum Muda) sudah paham akan posisi masing- masing, sudah dibekali soft skill hidup berlembaga dengan baik, maka setiap tantangan zaman tak akan menggoyangkan semangat kalian. Dengan berbekal pendidikan yang baik dan berkelanjutan, maka generasi muda hari ini akan mampu menjawab tantangan zaman.

Ini adalah takdir yang harus dihadapi oleh generasi saat ini. Jika bukan kalian, jika bukan kita dan semuanya, maka pada siapa lagi asa dan harapan itu diharapkan? Jika bukan mahasiswa, maka siapa lagi yang akan melawan ketidakadilan? Gunakan waktu sebaik mungkin dan jadilah agen perubahan yang dinanti- nantikan. Label mahasiswa tak akan bertahan seumur hidup. Maka carilah bekal sebanyak mungkin, untuk menjadi pejuang dan pahlawan zaman, bukan justru menjadi pecundang dibalik topeng pendidikan!

*Disampaikan dalam Sekolah Kebangsaan, Diponegoro School of Nation (DSN) 2014, Universitas Diponegoro.