Disusun oleh : Joni
Firmansyah
NIM. 14010110110065
Salah satu permasalahan yang paling krusial dalam tugas dan fungsi
lembaga DPRD ialah terkait permasalahan keuangan. Bagi setiap daerah, masalah
ini telah menjadi sebuah isu yang menarik karena menyangkut hajat hidup
masyarakat daerah tersebut. Sesuai peran dan fungsinya, DPRD memiliki tiga fungsi, yang terdiri atas fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan. Hal ini telah termaktub dalam Undang-Indang Dasar 1945 pasal 20 A,
dan salah satu fungsi yang sangat sensitif, yang selalu menjadi debatable berkepanjangan ialah fungsi
DPRD dalam perancangan dana APBD. Hal ini dianggap sangat sensitif karena ini
menyangkut eksistensi suatu organisasi pemerintahan, maupun lembaga masyarakat
dalam menjalankan program kerja serta fungsi- fungsi lainnya.. Hal inilah yang
kemudian membuat peraturan daerah terkait fungsi DPRD dalam hal anggaran
menjadi sangat banyak, beragam dan bermacam-macam. Sebelum menjadi Perda,
keseluruhan Perda yang masih menjadi Raperda, tentunya selalu terkontrol oleh
pemerintah pusat karena walaupun sistem otonomi daerah yang diberlakukan, namun
selalu ada garis koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintaha Daerah.
Merujuk pada SE. Mendagri 903/2004/SJ Th 2005 ada 4 bagian
belanja daerah meliputi belanja aparatur, belanja publik, belanja bagi hasil
dan bantuan keuangan serta belanja tidak tersangka. Sedangkan belanja daerah
yang dianggarkan di satuan kerja perangkat daerah berdasarkan SE Mendagri 903 /
2429 / SJ Th 2005 meliputi belanja pegawai / personalia, belanja barang dan
jasa, belanja perjalanan dinas, belanja
pemeliharaan, belanja modal, belanja DPRD, belanja kepala daerah dan wakil
kepala daerah, serta belanja kegiatan
penelitian dan pengembangan. Akan tetapi, secara realitas pemerintahan daerah
saat ini sama sekali belum mampu menerapkan landasan transparansi sebagai wujud
Good Governance bagi kesejahteraan masyarakat. Ketiadaan transparansi
anggaran ini mengakibatkan wujud sistem anggaran pemerintahan daerah saat ini
masih berkiblat pada paradigma lama dimana DPRD berada pada posisi puncak dalam
sistem pengelolaan anggaran sehingga tak adanya jalan bagi masyarakat untuk
mengaksesnya.Oleh karena itu, sudah saatnya pola seperti itu diubah dimana
kekuasaan DPRD tidak berada di puncak dan fokus utama ialah ada pendekatan kepentingan dan hak serta pendekatan kekuasaan. Oleh karena itu,
ekspektasi pola yang diharapkan ialah model prismatik, di mana ada 6 unit yang
terkait dalam masalah keuangan daerah, yakni eksekutif, legislatif, yudikatif,
tokoh agama, tokoh masyarakat, serta tokoh lokal. Ini semata- mata untuk
menciptakan final destination dimana seluruh elemen dalam masyarakat
ikut serta menentukan nasib mereka, ikut mengontrol eksistensi lembaga mereka,
yang pada akhirnya ini menjadi pijakan awal dalam menciptakan Indonesia yang
transparansi dan bebas dari korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar