Senin, 28 Mei 2012

Fungsi DPRD Dalam Akuntabilitas Anggaran Publik



Disusun oleh : Joni Firmansyah
NIM. 14010110110065

Salah satu permasalahan yang paling krusial dalam tugas dan fungsi lembaga DPRD ialah terkait permasalahan keuangan. Bagi setiap daerah, masalah ini telah menjadi sebuah isu yang menarik karena menyangkut hajat hidup masyarakat daerah tersebut. Sesuai peran dan fungsinya, DPRD memiliki tiga fungsi, yang terdiri atas fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Hal ini telah termaktub dalam Undang-Indang Dasar 1945 pasal 20 A, dan salah satu fungsi yang sangat sensitif, yang selalu menjadi debatable berkepanjangan ialah fungsi DPRD dalam perancangan dana APBD. Hal ini dianggap sangat sensitif karena ini menyangkut eksistensi suatu organisasi pemerintahan, maupun lembaga masyarakat dalam menjalankan program kerja serta fungsi- fungsi lainnya.. Hal inilah yang kemudian membuat peraturan daerah terkait fungsi DPRD dalam hal anggaran menjadi sangat banyak, beragam dan bermacam-macam. Sebelum menjadi Perda, keseluruhan Perda yang masih menjadi Raperda, tentunya selalu terkontrol oleh pemerintah pusat karena walaupun sistem otonomi daerah yang diberlakukan, namun selalu ada garis koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintaha Daerah. Merujuk pada SE. Mendagri 903/2004/SJ Th 2005 ada 4 bagian belanja daerah meliputi belanja aparatur, belanja publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan serta belanja tidak tersangka. Sedangkan belanja daerah yang dianggarkan di satuan kerja perangkat daerah berdasarkan SE Mendagri 903 / 2429 / SJ Th 2005 meliputi belanja pegawai / personalia, belanja barang dan jasa,  belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan, belanja modal, belanja DPRD, belanja kepala daerah dan wakil kepala daerah, serta  belanja kegiatan penelitian dan pengembangan. Akan tetapi, secara realitas pemerintahan daerah saat ini sama sekali belum mampu menerapkan landasan transparansi sebagai wujud Good Governance bagi kesejahteraan masyarakat. Ketiadaan transparansi anggaran ini mengakibatkan wujud sistem anggaran pemerintahan daerah saat ini masih berkiblat pada paradigma lama dimana DPRD berada pada posisi puncak dalam sistem pengelolaan anggaran sehingga tak adanya jalan bagi masyarakat untuk mengaksesnya.Oleh karena itu, sudah saatnya pola seperti itu diubah dimana kekuasaan DPRD tidak berada di puncak dan fokus utama ialah ada pendekatan kepentingan dan hak serta pendekatan kekuasaan. Oleh karena itu, ekspektasi pola yang diharapkan ialah model prismatik, di mana ada 6 unit yang terkait dalam masalah keuangan daerah, yakni eksekutif, legislatif, yudikatif, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta tokoh lokal. Ini semata- mata untuk menciptakan final destination dimana seluruh elemen dalam masyarakat ikut serta menentukan nasib mereka, ikut mengontrol eksistensi lembaga mereka, yang pada akhirnya ini menjadi pijakan awal dalam menciptakan Indonesia yang transparansi dan bebas dari korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar