Rabu, 08 Agustus 2012

Pemenuhan Empat Hak Anak sebagai Esensi Aktualisasi Fungsi Mahasiswa*


”Peran Mahasiswa Sebagai Pembentuk Potensi Anak Bangsa” 

Mahasiswa sebagai agent of change and agent of modernization merupakan kaum- kaum cendekiawan yang memiliki akses tidak terbatas dalam mengaktualisasikan sebuah imajinasi untuk menciptakan perubahan. Sudah bukan hal yang baru lagi, apabila setiap perubahan yang terjadi di negeri ini selalu di prakarsai oleh mahasiswa, sebut saja peristiwa Sumpah Pemuda 1928, revolusi Indonesia 1965 serta pergantian rezim Indonesia 1998. Dari keseluruhan “agenda” mahasiswa tersebut, ada beberapa poin penting yang nampaknya sedikit terlupakan, atau sengaja dilupakan mahasiswa karena adanya asumsi bahwa hal tersebut dapat dipengaruhi oleh masa ataupun zaman. Poin penting tersebut ialah bagaimana mahasiswa dapat melanjutkan regenerasi “keperkasaannya” agar tak hilang ditelan peradaban, agar tak patah arang ditelan masa, yaitu dengan cara membentuk karakter baru kepada generasi yang baru dengan memanfaatkan potensi generasi dibawah mereka. Kita semua tentunya sadar dan mafhum, bahwasanya pergerakan mahasiswa saat ini sangatlah jauh berbeda dengan pergerakan para pendahulu mereka. Peran mahasiswa saat ini, hanya berkutat pada tataran praktis, yang dibumbuhi dengan animo egoistic, tanpa menghiraukan keadaan disekitarnya. Padahal, salah satu The Founding Fathers of Indonesia, Bung Hatta, pernah berpesan, “ Pemimpin yang baik, ialah pemimpin yang dapat mencari gantinya, dan generasi yang hebat, ialah generasi yang mampu memaksimalkan generasi selanjutnya”.
Berbicara mengenai potensi anak bangsa, maka kita dituntut untuk mampu terlebih dahulu memenuhi hak mereka. Sesuai dengan ketetapan Dewan Anak Indonesia tahun 2012, bahwa setiap anak, wajib memiliki atau mendapatkan empat haknya, yaitu hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dan hak partisipasi. Manakala keempat hak tersebut tak terpenuhi, maka potensi anak tersebut tak dapat dimaksimalkan, serta tak dapat didayagunakan. Anak sebagai generasi pembaharu bangsa ini adalah bibit- bibit manusia berkualitas yang nantinya akan menggantikan seluruh aspek dan sendi kehidupan bernegara dan menciptakan produk hukum yang berpengaruh terhadap dimensi kehidupan masyarakat. Apabila sejak dini anak- anak tersebut tak dibina dengan baik, maka bekal yang mereka miliki akan sangat minim dan tak qualifield. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa, tidak hanya mampu untuk orasi aksi dan turun ke jalan. Menggugat kebijakan pemerintah adalah hal yang gampang, namun menciptakan calon pemerintah itulah yang tak mudah, tapi disitulah letak esensi dari peran mahasiswa sesungguhnya. Mahasiswa dapat memaksimalkan jaringan dan akses yang ia miliki untuk membentuk potensi anak bangsa, misalnya dengan pendampingan anak- anak pada saat menghadapi ulangan dan UAS, advokasi anak- anak jalanan, serta mengadakan berbagai macam pelatihan untuk membentuk soft skill anak- anak tersebut.
Itulah hakikat peran mahasiswa sesungguhnya, dimana hegemoni kepemimpinan negara berada ditangan mereka. Ibarat negara itu terdiri dari pilar- pilar, maka anak- anak adalah pilar dasar (basic), mahasiswa sebagai pilar penegak (middle), dan orang tua sebagai payung perlindungannya (top action). Apabila sejak dini mereka tak dibina, maka keberlanjutan pemahaman mereka untuk ke tahap selanjutnya akan tak berimbang, lantaran pembinaan tak dilakukan dari awal. Inilah esensi yang seharusnya dipahami oleh setiap elemen mahasiswa, dimana peran mereka tidak hanya berkutat pada decision maker, namun justru kepada orientasi pembantukan karakter anak bangsa dengan memenuhi setiap hak yang wajib dimiliki oleh setiap anak Indonesia, agar terciptanya kehidupan rakyat Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur, serta dapat mampu menciptakan generasi emas Indonesia dalam peradaban dunia.

*Disusun untuk mengikuti Lomba Mini Essay HIMPS Universitas Diponegoro dalam rangka Hari Anak Nasional 2012.