Selasa, 21 Februari 2012

Eksotis yang Dilematis….


Ini adalah kisahku, kawan. Satu dari sekian kisah romantisme yang ada di bumi cinta ini. Plotnya standar, waktunya yang epik, namun aku akui latarnya yang unik. Pada mulanya sempat terpikirkan, apakah kisah ini buah rajutanku sendiri, ataukah DiriNyalah yang sudah ikut campur tangan melukisnya, mengaturku sedemikian rupa dan sebagainya. Ah, aku tak terlalu mempedulikannya, walaupun terkadang kisah ini sedikit ku curahkan padaNya dalam rangkaian sujud malamku. Kisah ini sederhana, intrik awalnya pun biasa menurutku. Berawal dari pertemuan tak sengaja dalam suatu agenda kemahasiswaan, bertaburkan enerjiknya khas anak muda, berlanjut dalam bingkai pertemanan, hingga berjalan saat ini dalam alur romantisme yang indah apabila dikhayalkan. Sekali lagi, aku yakin ini rajutanku sendiri, tapi aku tetap mencurahkannya, pada hakikat agungNya.
Seperti kisah- kisah lain pada umumnya, awal yang indah, dibalut dengan eksotisnya canda dan tawa, perhatian yang sempurna serta dibumbuhi dengan kata- kata mutiara yang melambungkan jiwa, menerbangkan setiap asa, dan menggelorakan sanubari estetika. Ah, memang indah kisah ini kawan..
Terbayang olehku bahwa kisah ini dapat menandingi kisah antara Fatimah dan Ali bin abi Thalib, yang tak pernah memadu fatimah hingga ajal menjemputnya. Bukannya aku sombong dan angkuh ingin menandingi seorang Khulafaur Rasyidin, namun aku percaya beliaupun manusia yang punya cinta dan rasa, maka akupun sama, bahkan aku berani mengklaim bahwa cintaku lebih hebat darimu, yaa Sayyiidina Ali..
Atau mungkin kisahku akan seperti imajinasi fiktif William Shakesphere, yaitu menandingi kekuatan cinta antara Romeo dan Juliet yang rela mengakhiri hidup demi sebuah rasa, demi sebuah estetika, atau demi sebuah cinta. Ya, akupun berani bertaruh, Cintaku lebih hebat, William..
Kawan, pada dasarnya ini bukan kisah pertamaku, ini bukanlah dermaga baru bagi kapal hatiku, atau ini adalah stasiun baru bagi kereta hatiku, sama sekali bukan kawan. Aku pernah berlabuh di banyak pelabuhan hati, mempelajari gaya dan style mereka satu persatu, merasakan setiap detak jantung serta manisnya cinta yang mereka suguhkan kepadaku. Lantas, masihkah kau ragu akan pengalamanku?
Berbekal itulah kawan, kulalui kisah yang baru ini dengan syukurku pada Rabb Azza Wajalla karena telah menghadirkan dirinya kepadaku, meghadirkannya disaat ku patah semangat. Separuh langkahku saat ini, berjalan bersama bayangnya. Hati yang tandus tak ada cinta dahulu, kini telah basah oleh dirinya. Akhirnya ku menemukannya…
Ada filosofis bijak yang mengatakan, bahwa kisah ini berawal dari perkenalan, subur dan ranum karena pengertian dan abadi karena perhatian. Yups, pengertian dan perhatian. Dua hal yang tak dapat dipisahkan, dua hal yang diibaratkan seperti dua mata uang logam yang selalu bersama, menyatu dan tak terpisahkan seiring berjalannya ruang dan waktu. Kuakui kawan, telah kuucap ikrar padanya tuk selalu menemani hatinya, dan melindunginya, jauhkan sepinya. Ku ikrarkan bahwa romantic story ini adalah cerita terakhir kapal hatiku yang kan berlabuh dan bersandar di pelabuhan hatinya, ku azamkan bahwa dalam keadaan apapun kan kupertahankan ia hingga darah ini tak mengalir lagi. Lantas, apakah yang ku ikrarkan itu termasuk posesif? Perhatian yang kuberikan hanyalah kesemuan? Aku jengah dan jenuh akan keadaan ini kawan, aku bosan apabila hanya bergulat dan berkutat dengan sebuah problematika sepele namun memiliki peran yang luar biasa ini, karena konsep bertahan atau indahnya suatu kisah, ialah perhatian, kawan.
Dan saat ini, aku tak mendapatkannya. Lantas, apakah aku harus marah? Kurasa tidak kawan, aku lebih baik diam hingga ia paham bahwa kenyataan mengharuskan ia sadar, bahwa cinta itu take and give,  selalu memberi tanpa berharap tuk diberi. Namun, yang aku takutkan, apabila nanti pertahanan hatiku telah goyah, dinding kesabaranku telah hancur, dan mengharuskan aku pergi, bukan karena aku tak sayang, tapi aku lebih menyayangi hatiku yang tak bisa kau mengerti.
Kisah ini skeptis, jauh dari dinamisnya kasih dan esensi estetika. Jika tak mampu kurubah dengan lisan, seperti yang pernah aku sampaikan padanya, maka kuharap tulisan ini dapat merubahnya, menyentuh relung kalbunya yang terdalam, serta membentuk kembali dinamika kisah indah layaknya diawal kita merajutnya. Akupun nampaknya harus malu dengan sayyidina Ali dan William Shakesphere, karena telah mengumbar kisah lebih hebat dari mereka.
Semoga ini dapat dijadikan renungan, dalam mencapai kisah dan kasih tertinggi nanti, yang telah Allah gariskan untuk kita dalam Lauhul Mahfudznya, tetaplah menjadi insan yang selalu bercahaya hingga Fatimah, Juliet dan Cleopatra cemburu padamu. Selalulah menjadi dirimu sendiri, karena aku tak meminta lebih, selain hanya PERHATIANMU…
Aku merindukan kisah yang dulu, sayang..
Saat malam itu ditaburi bintang gemintang…
Saat hati ini tak pernah meradang,..
Seperti sekarang…
            Aku menantikan perhatianmu, sayang..
            Agar malam ini kau indah tuk kukenang..
            Dan hati ini tak lagi bimbang..
            Sebelum kita meniti jalan yang panjang…

Ditulis dalam senyuman…
Tlogosari, 21 Februari 2012…