Ini
adalah kisahku, kawan. Satu dari sekian kisah romantisme yang ada di bumi cinta
ini. Plotnya standar, waktunya yang epik, namun aku akui latarnya yang unik. Pada
mulanya sempat terpikirkan, apakah kisah ini buah rajutanku sendiri, ataukah
DiriNyalah yang sudah ikut campur tangan melukisnya, mengaturku sedemikian rupa
dan sebagainya. Ah, aku tak terlalu mempedulikannya, walaupun terkadang kisah
ini sedikit ku curahkan padaNya dalam rangkaian sujud malamku. Kisah ini
sederhana, intrik awalnya pun biasa menurutku. Berawal dari pertemuan tak
sengaja dalam suatu agenda kemahasiswaan, bertaburkan enerjiknya khas anak muda,
berlanjut dalam bingkai pertemanan, hingga berjalan saat ini dalam alur
romantisme yang indah apabila dikhayalkan. Sekali lagi, aku yakin ini rajutanku
sendiri, tapi aku tetap mencurahkannya, pada hakikat agungNya.
Seperti
kisah- kisah lain pada umumnya, awal yang indah, dibalut dengan eksotisnya
canda dan tawa, perhatian yang sempurna serta dibumbuhi dengan kata- kata mutiara
yang melambungkan jiwa, menerbangkan setiap asa, dan menggelorakan sanubari
estetika. Ah, memang indah kisah ini kawan..
Terbayang
olehku bahwa kisah ini dapat menandingi kisah antara Fatimah dan Ali bin abi
Thalib, yang tak pernah memadu fatimah hingga ajal menjemputnya. Bukannya aku
sombong dan angkuh ingin menandingi seorang Khulafaur Rasyidin, namun aku
percaya beliaupun manusia yang punya cinta dan rasa, maka akupun sama, bahkan
aku berani mengklaim bahwa cintaku lebih hebat darimu, yaa Sayyiidina Ali..
Atau
mungkin kisahku akan seperti imajinasi fiktif William Shakesphere, yaitu
menandingi kekuatan cinta antara Romeo dan Juliet yang rela mengakhiri hidup
demi sebuah rasa, demi sebuah estetika, atau demi sebuah cinta. Ya, akupun
berani bertaruh, Cintaku lebih hebat, William..
Kawan, pada dasarnya ini bukan kisah pertamaku, ini bukanlah dermaga baru bagi kapal hatiku, atau ini adalah stasiun baru bagi kereta hatiku, sama sekali bukan kawan. Aku pernah berlabuh di banyak pelabuhan hati, mempelajari gaya dan style mereka satu persatu, merasakan setiap detak jantung serta manisnya cinta yang mereka suguhkan kepadaku. Lantas, masihkah kau ragu akan pengalamanku?
Berbekal itulah kawan, kulalui kisah yang baru ini dengan syukurku pada Rabb Azza Wajalla karena telah menghadirkan dirinya kepadaku, meghadirkannya disaat ku patah semangat. Separuh langkahku saat ini, berjalan bersama bayangnya. Hati yang tandus tak ada cinta dahulu, kini telah basah oleh dirinya. Akhirnya ku menemukannya…
Kawan, pada dasarnya ini bukan kisah pertamaku, ini bukanlah dermaga baru bagi kapal hatiku, atau ini adalah stasiun baru bagi kereta hatiku, sama sekali bukan kawan. Aku pernah berlabuh di banyak pelabuhan hati, mempelajari gaya dan style mereka satu persatu, merasakan setiap detak jantung serta manisnya cinta yang mereka suguhkan kepadaku. Lantas, masihkah kau ragu akan pengalamanku?
Berbekal itulah kawan, kulalui kisah yang baru ini dengan syukurku pada Rabb Azza Wajalla karena telah menghadirkan dirinya kepadaku, meghadirkannya disaat ku patah semangat. Separuh langkahku saat ini, berjalan bersama bayangnya. Hati yang tandus tak ada cinta dahulu, kini telah basah oleh dirinya. Akhirnya ku menemukannya…
Ada
filosofis bijak yang mengatakan, bahwa kisah ini berawal dari perkenalan, subur
dan ranum karena pengertian dan abadi karena perhatian. Yups, pengertian dan
perhatian. Dua hal yang tak dapat dipisahkan, dua hal yang diibaratkan seperti
dua mata uang logam yang selalu bersama, menyatu dan tak terpisahkan seiring
berjalannya ruang dan waktu. Kuakui kawan, telah kuucap ikrar padanya tuk
selalu menemani hatinya, dan melindunginya, jauhkan sepinya. Ku ikrarkan bahwa romantic story ini adalah cerita
terakhir kapal hatiku yang kan berlabuh dan bersandar di pelabuhan hatinya, ku
azamkan bahwa dalam keadaan apapun kan kupertahankan ia hingga darah ini tak
mengalir lagi. Lantas, apakah yang ku ikrarkan itu termasuk posesif? Perhatian
yang kuberikan hanyalah kesemuan? Aku jengah dan jenuh akan keadaan ini kawan,
aku bosan apabila hanya bergulat dan berkutat dengan sebuah problematika sepele
namun memiliki peran yang luar biasa ini, karena konsep bertahan atau indahnya
suatu kisah, ialah perhatian, kawan.
Dan saat ini, aku tak mendapatkannya. Lantas, apakah aku harus marah? Kurasa tidak kawan, aku lebih baik diam hingga ia paham bahwa kenyataan mengharuskan ia sadar, bahwa cinta itu take and give, selalu memberi tanpa berharap tuk diberi. Namun, yang aku takutkan, apabila nanti pertahanan hatiku telah goyah, dinding kesabaranku telah hancur, dan mengharuskan aku pergi, bukan karena aku tak sayang, tapi aku lebih menyayangi hatiku yang tak bisa kau mengerti.
Dan saat ini, aku tak mendapatkannya. Lantas, apakah aku harus marah? Kurasa tidak kawan, aku lebih baik diam hingga ia paham bahwa kenyataan mengharuskan ia sadar, bahwa cinta itu take and give, selalu memberi tanpa berharap tuk diberi. Namun, yang aku takutkan, apabila nanti pertahanan hatiku telah goyah, dinding kesabaranku telah hancur, dan mengharuskan aku pergi, bukan karena aku tak sayang, tapi aku lebih menyayangi hatiku yang tak bisa kau mengerti.
Kisah
ini skeptis, jauh dari dinamisnya kasih dan esensi estetika. Jika tak mampu
kurubah dengan lisan, seperti yang pernah aku sampaikan padanya, maka kuharap
tulisan ini dapat merubahnya, menyentuh relung kalbunya yang terdalam, serta
membentuk kembali dinamika kisah indah layaknya diawal kita merajutnya. Akupun
nampaknya harus malu dengan sayyidina Ali dan William Shakesphere, karena telah
mengumbar kisah lebih hebat dari mereka.
Semoga ini dapat dijadikan renungan, dalam mencapai kisah dan kasih tertinggi nanti, yang telah Allah gariskan untuk kita dalam Lauhul Mahfudznya, tetaplah menjadi insan yang selalu bercahaya hingga Fatimah, Juliet dan Cleopatra cemburu padamu. Selalulah menjadi dirimu sendiri, karena aku tak meminta lebih, selain hanya PERHATIANMU…
Semoga ini dapat dijadikan renungan, dalam mencapai kisah dan kasih tertinggi nanti, yang telah Allah gariskan untuk kita dalam Lauhul Mahfudznya, tetaplah menjadi insan yang selalu bercahaya hingga Fatimah, Juliet dan Cleopatra cemburu padamu. Selalulah menjadi dirimu sendiri, karena aku tak meminta lebih, selain hanya PERHATIANMU…
Aku merindukan kisah yang dulu,
sayang..
Saat malam itu ditaburi bintang
gemintang…
Saat hati ini tak pernah meradang,..
Seperti sekarang…
Aku
menantikan perhatianmu, sayang..
Agar
malam ini kau indah tuk kukenang..
Dan
hati ini tak lagi bimbang..
Sebelum
kita meniti jalan yang panjang…
Ditulis
dalam senyuman…
Tlogosari,
21 Februari 2012…
souka..
BalasHapusTengkyuuu....
BalasHapus