PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Pemilihan umum masih kurang satu
tahun lagi, namun berbagai macam prediksi telah bergulir mengenai siapa yang
nantinya akan menduduki kursi “empuk” orang no 1 di Indonesia. Banyak lembaga
survey dan kajian- kajian ilmiah yang merilis secara quick count figure- figur dominan yang sejatinya akan laris dijual
di pasaran pemilih oleh rakyat Indonesia. Kita tak perlu lagi berbicara
mengenai figur- figur tua dan sepuh, atau yang biasa disebut The Older Politicion. Sebut saja mereka
adalah Megawati Soekarno Putri, Wiranto maupun Jusuf Kalla. Megawati telah dua
kali mengikuti pemilu, dan dua kali pula ia gagal. Wiranto pun sama ceritanya.
Jikalau Jusuf Kalla, ia memiliki cerita lain, masih ada nilai lebih yang dapat
dijual dalam bursa presiden nanti, misalnya mengenai aksi sosialnya di Palang
Merah Indonesia (PMI), dan kontribusinya mewujudkan Komodo sebagai The Seven Wonders of The World, meskipun
usianya nanti di 2014 telah mencapai 71 tahun. Rentan, itulah yang tersirat di
dalam pemikiran masyarakat Indonesia saat ini. Ada pula figur lainnya macam
Surya Paloh yang dengan gagahnya mendirikan Partai Nasional Demokrat yang
menurut saya sebagai bentuk ungkapan sakit hatinya lantaran kalah dengan
Aburizal Bakrie memperebutkan kursi cantik ketua umum Partai Golkar. Namun,
mesin politik Nasdem dan ormasnya terlampau lemah jikalau harus ”turun mesin”
di tahun 2014 nanti. Nampaknya Surya Paloh terlampau bernafsu ingin merebut
kekuasaan, sehingga tanpa sadar dan rencana politik yang matang ia memaksa
mesinnya yang terlalu “muda” untuk bertarung. Ini hanyalah sebuah prediksi,
hasil yang akan membuktikannya nanti.
Selanjutnya,
yang menjadi titik fokus penulis disini ialah fenomena kaum- kaum setengah
baya, artinya ia tak terlampau tua serta tak terlalu muda. Penulis
mengistilahkannya dengan sebutan The
Middle Politician. Lantas, apakah ada generasi muda, atau The Younger Politician? Tentu saja ada.
Politisi- politisi muda ini adalah mereka yang masih dapat dikatakan muda
secara usia, namun telah menduduki posisi strategis dalam tubuh partai. Jikalau
kita bicara mengenai politisi muda, maka tentunya pikiran kita akan langsung
menyebut satu nama, yaitu Anas Urbaningrum. Siapa yang tak kenal politisi muda
asal Partai Demokrat ini? Namanya menggema seantero jagat saat mantan bendahara
partainya, Nazarudin, menyebut- nyebut namanya ikut terlibat dalam konspirasi
korupsi tanah air. Dalam sebuah artikel, ada pendapat yang mengungkapkan bahwa
:
“ekpektasi yang berlebihan terhadap sosok Anas Urbaningrum tak akan
terjawab. Nama Anas sudah layu sebelum berkembang, sudah busuk sebelum berbuah. Inilah
fakta yang terjadi saat ini. Kasus Nazaruddin membuka lebar mata masyarakat.
Harapan pada Anas pupus sudah. Publik sudah kadung kecewa dengan ragam
persoalan yang melilit Demokrat, khususnya nasib “Sang Ketua Besar” ini.[1]
Selanjutnya,
kita kembali kepada bahasan The Middle
Politician tadi. Ada tiga nama yang saya ajukan sebagai inti penulisan
makalah ini, yang penulis prediksikan akan laku dan terjual dalam bursa
presiden 2014. Mereka adalah Aburizal Bakrie, pengusaha sukses yang sangat
tenar dalam kancah perpolitikan Indonesia. Hatta Rajasa, ketua Partai Amanat
Nasional, politisi yang memiliki basic
pengusaha juga, serta Prabowo Subianto, mantan Pangkostrat Angkatan Darat, Komandan
Jenderal KOPASSUS, namun juga pernah kalah dalam pemilu 2009 bersama Megawati
Soekarno Putri. Ketiga nama ini akan penulis bahas tuntas dalam makalah ini.
Termasuk starategi kampanye, persentase kemenangan, pencitaraan dan lain
sebagainya. Ketiga nama ini, penulis anggap sangat relevan dan sangat menjual
dalam Pemilu 2014 nanti, karena ketiganya memiliki karakteristik yang berbeda,
dan tampil dengan cara yang berbeda pula. Oleh karena itu, penulis memilih
judul ” TIGA SERANGKAI UNTUK INDONESIA 2014”, dengan studi kasus : Sepak
terjang Aburizal Bakrie, Hatta Rajasa dan Prabowo Subianto dalam Kiprah dan
Obsesi Menuju Indonesia 1.
1.2.
Rumusan
Masalah
Dari
uraian diatas, ada beberapa hal yang akan dibahas dan dipaparkan penulis dalam
makalah ini, yaitu :
a. Bagaimana
sepak terjang Aburizal Bakrie dalam menghadapi Pemilu Presiden 2014?
b. Faktor-
faktor apa saja yang dimiliki Hatta Rajasa dalam persiapan pertarungan politik
tahun 2014?
c. Bagaimana
track record Prabowo Subiyanto dalam
menghadapi Pemilu Presiden 2014?
PEMBAHASAN
2.1. Sepak Terjang Aburizal Bakrie dalam
Menghadapi Pemilu Presiden 2014
Nama
Aburizal Bakrie, atau biasa yang disapa dengan sebutan Ical, mungkin sudah tak
asing lagi di telinga kita. Aburizal
Bakrie lahir di Jakarta, 15 November 1946, dia adalah anak sulung
dari keluarga Achmad Bakrie, pendiri Kelompok Usaha Bakrie. Sepak terjangnya
dalam dunia politik dan kontribusinya bagi perekonomian Indonesia tak usah
dihitung lagi. Ia merupakan Ketua Umum Partai Golkar sejak 9 Oktober 2009,
setelah menang telak dari pesaingnya, Surya Paloh, saat memperebutkan jabatan
tersebut. Ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan
Rakyat dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Penempatan Aburizal Bakrie dalam
pembahasan pertama bukan karena saya mengimani survei versi Reform
Institute (Kompas, Oktober 2011)[2],
yang menempatkan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden terkuat (13,58 %). Ical
saat ini adalah Ketua Umum Partai Golkar. Partai yang mencatat sejarah dan ikut
terlibat ketika republik ini berada di atas maupun di bawah. Partai yang tetap
bertahan walaupun pada 1998 Soeharto lengser dan tuntutan Golkar dibubarkan
juga sangat kencang. Aburizal Bakrie memiliki popularitas, semenjak menjadi
ketua umum Hipmi, ketua umum Kadin dan pengusaha papan atas dengan usaha Bakrie
& Brothers. Berbekal inilah kekuatan ekonomi dan jaringan Aburizal
Bakrie dimulai. Bersama Aburizal Bakrie, Golkar tampil cemerlang dalam pemilu
tahun 2009. Saat ini, Golkar menduduki posisi 2 teratas dalam tubuh parlemen
Indonesia. Ia memiliki gayanya sendiri dalam mengelola partai, yang berbeda
dari para pendahulunya seperti Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla. Kemampuan
Aburizal Bakrie dalam mengelola suatu lembaga tak hanya ditunjukan dalam segi
birokrasi pemerintahan, melainkan juga dalam bisnis entertainment. Kita mungkin
masih mengingat sebuah stasiun TV yang bernama Lativi. Ia adalah sebuah stasiun
TV formal yang hanya menampilkan tayangan yang biasa- biasa saja. Rating Lativi
pun menduduki peringkat terbawah, disertai utang yang melilitnya. Tak ada jalan
lain, selain menjual Lativi agar eksistensi perusahaan bisa tetap dipertahankan.
Melihat hal ini, Aburizal Bakrie dengan berani membeli saham Lativi dan
mengatur setiap sudut segmentasi perusahaan. Ia merubah nama Lativi menjadi
TVOne yang sekarang ini telah meroket rating dan penayangannya. Ia merubah
Lativi yang semula Formal Station,
menjadi News Station yang hingga saat
ini, TVOne menjadi stasiun TV nomor satu di Indonesia sebagai pusat berita
Indonesia. Begitu juga dengan fenomena provider
seluler di Indonesia. Orang yang pertama kali menghadirkan seluler dengan
provider termurah di Indonesia ialah Aburizal Bakrie, melalui produk Esia yang
saat ini cukup menguasai pasar provider
di Indonesia. Saat ini, Esia mencoba untuk menggandeng Flexy sebagai mitra
kerjanya. Apabila hal ini terjadi, maka pasaran CDMA di Indonesia, tentunya
akan dikuasai oleh Aburizal Bakrie.
Penulis
melihat hal ini sebagai bentuk persiapan dalam rangka menuju pemilihan presiden
2014. Apalagi Aburizal Bakrie telah terang- terangan menyatakan dirinya siap
menjadi Capres di tahun tersebut. Sejak jauh- jauh hari, ia telah mencitrakan
dirinya sebagai orang yang pantas menduduki jabatan tersebut, melalui pemasaran
politik yang ia terapkan. Menurut Ngatno, “Media pemasaran menjadi ajang
kompetisi, apalagi media pemasarannya seperti stasiun televisi, media
cetak/Koran sebagai milik pribadi, sehingga mereka akan lebih leluasa untuk
memanfaatkannya”[3]
Penulis pun mengakui, bahwasanya Aburizal Bakrie mampu melakukan hal tersebut
mengingat sumberdaya yang ia miliki sangatlah memadai. Masyarakat Indonesia
mungkin tak perlu khawatir jikalau nantinya Aburizal Bakrie melakukan praktik
korupsi, lantaran kekayaan yang dimiliki Aburizal Bakrie tidaklah sedikit. Pada
2011 Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, dan
Ical menduduki peringkat ke-30 dengan total kekayaan US$ 890 juta. Aburizal
Bakrie memiliki kekuatan ekonomi dalam menjalankan kiprah politiknya. Ini tak
bisa dianggap remeh. Termasuk memiliki media yang cukup dikenal (TV One, ANTV
dan porta Vivanews.com).[4]
Walaupun sisi lain Ical dan puluhan perusahaannya ini agak tersumbat ketika
muncul kasus Lapindo Brantas, Sidoarjo. Lumpur Lapindo yang “sukses”
menenggelamkan beberapa desa yang di dalamnya diisi ratusan rumah penduduk,
mesjid, madrasah sampai kepada pemakaman umum. Peristiwa atau musibah ini
terjadi sampai sekarang. Namun, peristiwa ini tak menyurutkan semangat Ical
untuk terus maju dalam Pilpres mendatang. Semangat ini harus kita acungi jempol
melihat dera yang melanda Aburizal Bakrie tidaklah sedikit. Akibat tragedi
lumpur Lapindo ini, bisa jadi masyarakat Porong dan Sidoarjo akan menutup mata
untuk memilih Ical lantaran sakit hati. Tragedi ini bisa pula dijadikan sebagai
media pembusukan bagi Ical oleh lawan politiknya, dalam rangka mencegah langkah
Ical untuk lebih jauh dalam mengahadapi pertarungan politik tersebut. Penulis
menilai, persentase kemenangan Aburizal Bakrie, bisa menembus angka 30%,
melihat kekuatannya saat ini.
Aburizal menikah dengan Tatty Murnitriati dan dikaruniai
tiga anak, yaitu Anindya Novyan Bakrie, menikah dengan
Firdani Saugi, Anindhita Anestya Bakrie, menikah dengan Taufan Nugroho dan Anindra
Ardiansyah Bakrie, menikah dengan Nia Ramadhani.
2.2. Hatta Rajasa dalam Persiapan
Pertarungan Politik Tahun 2014
Calon
selanjutnya, yang menurut penulis pantas dan menjual untuk maju dalam pemilu
2014 ialah Hatta Rajasa. Ketua Partai Amanat Nasional ini memiliki modal besar
yang cukup signifikan untuk turut ambil bagian pada perhelatan akbar pesta
demokrasi tersebut. Besan Presiden ini memang belum mampu menciptakan hegemoni
baru bagi Partai Amanat Nasional, seperti pendahulu sekaligus pendirinya, Amien
Rais. Satriawan dalam tulisannya menguatkan hal yang sama, “Posisi PAN dalam
Pemilu 2004 menempati urutan ke enam dengan 7,3 juta suara pemilih. Sedangkan
Pemilu 2009 memproleh 6,2 juta suara di urutan ke lima. Figur Hatta Rajasa tak
sepopuler pendiri PAN yakni Amien Rais. Harus diingat bahwa loyalitas warga
Muhammadiyah terhadap PAN tak lagi menjadi ukuran mutlak sikap politik para
pemilih. Amien Rais yang tokoh reformasi saja kalah terseok-seok pada Pemilu
2004, apalagi jika menjagokan Hatta Rajasa sebagai presiden 2014. Begitulah
bahasa sederhananya. Benar sekali jika Hatta memiliki kekuatan ekonomi yang
lumayan, karena beliau juga pengusaha. Tapi mesti diingat ketokohan Hatta belum
terbukti mampu bersaing dengan figur lain. Ditambah suara PAN yang relatif
kecil dalam tiap Pemilu”[5]
Hingga
saat ini, kita memang belum menemukan sebuah manuver Politik dari seorang Hatta
Rajasa. Bahkan, lembaga survey manapun, belum mencetak nama beliau dalam
jajaran elite yang akan menduduki kursi kepresidenan. Akan tetapi, saya
berpendapat bahwasanya Hatta Rajasa mampu memposisikan dirinya sebagai seorang
yang alim dan ramah, walaupun terkesan kalem.
Setidaknya, budaya patriarki masyarakat Indonesia merindukan sosok pemimpin
yang demikian, karena kecendrungan masyarakat dalam memilih ditentukan oleh
figur calon. Ari Pradhanawati memperkuat gagasan tersebut,” Faktor kepribadian
kandidat sangat mempengaruhi perilaku pemilih (voting behavior) untuk menentukan keputusan politiknya meskipun
bukan faktor pertimbangan yang utama”.[6]
Memang, perilaku pemilih sukar diprediksi, melihat kemajemukan masyarakat yang
disertai platform maupun ideologi
yang dianut. Namun, berbicara mengenai peluang, Hatta Rajasa memiliki jalan
yang cukup lapang dalam kancah perpolitikan negeri ini. Tengok saja partai-
partai yang saat ini tengah eksis dalam persiapan pemilu, dapat terlihat
bahwasanya hanya Partai Amanat Nasional yang beraliran Islamisme-Nasioanalis
yang mengajukan calonnya dalam perhelatan tersebut. Bisa jadi, seluruh partai-
partai Islam menjadi bagian koalisi dari PAN. Al Chaidar dalam tulisannya juga
menekankan “Ada beberapa aliran partai yang mewarnai politik Indonesia, yakni :
(1) Keagamaan, seperti PPP, dan PKS, (2) Religius Demokratis, seperti PAN dan
PKB (3) Nasional Pragmatis, seperti PDI Perjuanga, Partai Demokrat dan Partai
Golkar”.[7]
Hatta
Rajasa memang dikenal sebagai sosok yang memiliki kompetensi, loyalitas, dan
profesionalitas dalam menjalani karier. Tak heran jika sejak Sejak era
kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY), ia selalu dipercaya untuk menduduki pos menteri di setiap kabinet.
Bahkan, ia merupakan menteri yang langsung paling aktif pada hari pertama sejak
sidang perdana Kabinet Indonesia Bersatu I dilakukan pada tanggal 22 Oktober
2004. Hatta langsung bekerja mempersiapkan program kerja 100 hari Departemen
Perhubungan. Politisi kelahiran 18 Desember 1953 ini tidak hanya memberi
instruksi dari belakang meja, tapi juga terjun langsung ke pusat-pusat
pelayanan yang dianggap memerlukan perhatian dan penanganan khusus.[8] Merujuk
catatan perjalanan karir Hatta Rajasa di bidang politik, ia merupakan politisi
yang sangat gemilang. Di partai politik, ia berhasil mencapai posisi puncak
sebagai Ketua Umum PAN. Di dalam jabatan politik birokrasi, ia pernah menduduki
posisi empat kementrian (Menristek, Menhub, Mensesneg, dan Menko Perekonomian).
Hebatnya, ia menduduki posisi-posisi tersebut di tiga masa periode kepemimpinan
presiden, yakni satu periode di masa kepemimpinan Presiden Megawati
Soekarnoputri dan dua periode di masa kepemimpinan Presiden SBY. Ke depan,
karier politik Hatta Rajasa sepertinya akan terus menajak. PAN yang melakukan
Rakernas pada 10 – 11 Deseber 2011, telah mendaulatnya menjadi satu-satunya
calon presiden yang akan diusung pada pemilihan presiden tahun 2014. Meski
demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga juga merupakan kunci sukses
lain Hatta Rajasa dalam menjalani karier. Ia dikenal sebagai pribadi penyayang
keluarga (family man). Sementara itu, gaya hidup keluarga pun tidak
berubah ketika ia menduduki jabatan birokrasi pemerintahan. Sang istri tetap
setir mobil sendiri, bahkan Hatta sangat marah jika mendapatkan previlage di
jalan raya, seperti mendapatkan pengawalan motor patwal. Meskipun beresiko
terkena macet, ia justru menikmati hal itu, “Saya tak biasa jika harus
diistimewakan. Kalau tidak ingin tejebak macet harus berangkat lebih awal”, ungkap
Hatta soal bagaimana menyiasati waktu. Inilah alasan kuat penulis mencantumkan
nama Hatta Rajasa dalam makalah ini sebagai figur yang patut diperhitungkan
dalam perhelatan akbar tahun 2014 nantinya. Basic
sebagai pengusaha juga mewarnai kehidupan Hatta Rajasa sebagai modal sumberdaya
nya mempersiapkan diri. Oleh sebab itu, penulis berani member angka 20% sebagai
persentase kemenangan Hatta Rajasa. Angka 20% bukanlah angka yang sedikit,
melihat beragamnya partai politik yang ikut serta dalam kompetisi pemilu
presiden 2014. Walapun demikian, jikalau harus gagal, minimal kursi RI 2 bisa
beliau genggam. Pernyataan ini disesuaikan dengan kemampuan beliau dalam
menjaga massa solid partai untuk proaktif dalam mendukung Hatta Rajasa
nantinya.
2.3. Prabowo Subiyanto dalam
Menghadapi Pemilu Presiden 2014
Nama Prabowo Subiyanto sangatlah
populer bagi telinga rakyat Indonesia. Terutama mereka, generasi Orde Baru
hingga tahun 1998, saat runtuhnya reformasi. Prabowo Subiyanto disebut- sebut
sebagai tangan kanan Presiden Soeharto dalam menjalankan rezim otoriternya.
Bukan karena Prabowo adalah menantu Soeharto, walaupun saat ini ia telah
bercerai dengan anak Pak Harto, yaitu Siti Hardianti Rukmana yang mengakibatkan
Prabowo dianggap sebagai laki- laki tukang selingkuh, melainkan karena kecemerlangannya
sebagai Jenderal Kopassus dalam kasus Mei 1998 yang selalu dikait-kaitkan
kepadanya. Setyawan berpendapat, “Penculikan aktivis, Tim Mawar,
percobaan kudeta dan varian-varian Mei 1998 diidentikkan dengan Ketua Dewan
Pembina Partai Gerindra ini. Popularitas Prabowo tak kalah dari tokoh-tokoh
lainnya sampai sekarang. Di setiap iklan politiknya selalu mengenalkan diri, “Saya,
Prabowo Subianto …”.[9] Prabowo
Subiyanto memiliki sumberdaya yang cukup memadai sebagai modal pencalonannya
kelak. Kekayaan Prabowo Subiyanto tak kalah banyak dari Aburizal Bakrie. Waktu
Pemilu 2009, kekayaan Prabowo yang dirilis KPU berjumlah 1,7 triliyun (Kompas,
Mei 2009)[10].
Angka yang fantastis tersebut karena perusahaan kelapa sawit dan perkebunan
yang dimilikinya. Namun, melihat track
record seorang Prabowo Subiyanto, cukuplah menjadi alasan baginya untuk
kembali meluruskan sejarah yang mencoreng namanya. Dalam sebuah tulisan yang
menjadi pers release media dalam
suatu demonstrasi, penulis pernah berpendapat :
“Seorang
purnawirawan TNI dgn pangkat Letnan Jenderal bintang 3 tersemat dipundaknya,
yang merupakan aktor utama dalam lakon kecacatan negeri atas pelanggaran HAM
yang terjadi di Indonesia. Tengok saja, kasus lepasnya Timor- Timur (Timtim)
dari pelukan NKRI, yang pada saat itu operasi militer dikomandani oleh Prabowo
Subianto. Kita pun sadar, bahwasanya Prabowo Subianto merupakan aktor dari
lakon Orde Baru yang menghakimi rakyat Indonesia atas penjajahan terselubung
oleh bangsa sendiri, atau ketidakadilan yang menciptakan tirani atas harkat dan
martabat bangsa, dan kali ini, Prabowo Subianto tampil pada era reformasi untuk
mencoba mengobati penyakit rakyat dengan kemantapan dirinya akan mencalonkan
diri pada Pilpres 2014 nanti? Apakah ia lupa atas isak tangis para ibu dari
setiap aktivis yang harus kehilangan nyawa pada perjuangan penegakan reformasi
tahun 1998? Ataukah ia lupa atas tragedi Trisakti yang mengakibatkan hilangnya
nyawa mahasiswa saat mereka berusaha melepaskan tirani negerinya? Itu adalah
kecacatan sejarah yang memberangus sakralnya Pancasila sebagai landasan negara.
Apakah mungkin, kita akan menerima obat dari seseorang yang juga menciptakan
penyakitnya?”[11]
Ikhtiar
politik Prabowo Subiyanto menjadi presiden pada Pemilu 2014 nanti masih sangat
terbuka lebar. Bukan pula karena hasil survei Soegeng Sarjadi Syndicate
(SSS) yang menempatkan Prabowo di urutan teratas, dengan perolehan 66,5 %
suara masyarakat yang disurvei memilihnya (Kompas, Oktober 2011)[12].
Terlepas dari kontroversi “dukun politik” yang bernama survei pesanan,
faktanya adalah sosok Prabowo menjadi alternatif pilihan presiden Indonesia.
Kepercayaan lama tentang keharusan pemimpin nasional harus berlatar Jawa-Non
Jawa atau Militer-Non Militer tampaknya masih menjadi keyakinan politik
masyarakat kita. Maka figur militer yang tegas, berwibawa dan berani bersikap
agaknya dijawab oleh sosok Prabowo. Mungkin karena masyarakat sudah terlalu
kecewa dengan mantan tentara yang saat ini menjadi presiden. Sangat jauh dari
tegas dan berani bersikap.
Selanjutnya,
penulis memilih nama Prabowo Subiyanto tidak hanya dari kacamata ia adalah
seorang purna militer yang tegas dan cakap, melainkan melihat sisi historis
masyarakat Indonesia yang terkadang masih terikat dengan klenik. Muchtar Lubis,
dalam bukunya “ Menjadi Indonesia” mencirikan masyarakat Indonesia ialah mereka
yang hipokrit, percaya takhayul dan klenik. Dalam urusan politikpun, nyatanya
masyarakat Indonesia masih percaya terhadap hal- hal mistis, khususnya
masyarakat Jawa. Dalam konteks ini, masyarakat Jawa yang cenderung abangan,
masih percaya terhadap ramalan Jayabaya yang selalu dijadikan landasan dalam
memilih pemimpin Indonesia. Pemimpin ataupun Presiden di Indonesia, selalu di
identikkan dengan akronim “Notonogoro” seperti yang diramalkan oleh Jayabaya.
Notonogoro bukanlah nama orang, melainkan akronisasi dan interpretasi pemimpin
yang akan memimpin Indonesia. Saat ini, SBY berakhiran “No” yang menjabat
sebagai presiden, maka selanjutnya ialah nama yang berakhiran “To”. Jadi, ada
beberapa nama yang menjadi usulan penulis disini. Bisa saja nama itu adalah
Wiranto, namun mengingat track record dan usia nampaknya Wiranto tak memenuhi
kriteria. Ada lagi nama Djoko Suyanto, politisi asal Partai Demokrat, namun
menurut penulis, Djoko Suyanto belum menunjukkan taring politik dan kiprah yang
dapat di unggulkan. Oleh sebab itu, besar kemungkinannya Prabowo Subiyanto yang
menjadi kandidat selanjutnya. Karakternya yang tegas dan cerdas, menjadikannya
sosok figur yang paling kuat dalam kancah perpolitikan Indonesia saat ini. Ditmbah
lagi dengan solidnya mesin partai yang menyokong seorang Prabowo. Tidak hanya
dari internal Gerindra, namun juga dari pihak- pihak oposisi yang juga ikut
mendukung. Partai Gerindra saat ini memang masih partai kecil. Perolehan suara
pada Pemilu 2009 memang bukanlah vonis mati untuk tak berkembang sampai Pemilu
2014. Mesin politik Gerindra harus giat bekerja dari sekarang. Walaupun penulis
melihat tokoh yang dikenal di Gerindra saat ini oleh publik hanya Prabowo dan
Fadli Zon. Kewajiban Gerindra untuk memproduksi tokoh-tokoh muda dan berbakat.
Jika yang dimaksud adalah Suhardi, Pius Lustrilanang dan Permadi tentu bukan.
Gerindra adalah Prabowo dan Prabowo adalah Gerindra. Gerindra perlu mencontoh
dan belajar dari Demokrat, setidaknya pada Pemilu 2004. Membangun image partai
seiring dengan sosok SBY. Jikalau harus bicara persentase, penulis member angka
45% untuk Prabowo Subiyanto. Ia memenuhi kriteria kepemimpinan yang dirindukan
rakyat Indonesia saat ini. Terlepas dari masa kelamnya, prospek yang matang
nampaknya hadir bersama Prabowo Subiyanto. Itulah mengapa saya disini
mencantumkan nama beliau, sebagai kandidat terkuat pada pemilu 2014 yang akan
datang.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam makalah ini, penulis
mencantumkan tiga nama yang sepertinya akan laku keras dan terjual bagi pemilih
dalam pemilu presiden 2014 mendatang. Ketiga nama tersebut ialah Aburizal
Bakrie, Hatta Rajasa dan Prabowo Subiyanto. Mereka bertiga saya anggap paling
baik diantara calon lainnya. Aburizal Bakrie, dengan segudang pengalaman bisnis
dan birokrasinya, saya rasa mampu mebawa perubahan signifikan bagi Indonesia,
terlepas dari kasus lumpur Lapindo yang masih bergejolak hingga saat ini.
Persentase kemenangannya pun menurut saya lumayan besar, yakni 30% dari total
suara nasional. Adapun Hatta Rajasa, berbasiskan PAN sebagai partai agamis dan
merupakan calon satu- satunya dari aliran yang sama, memiliki peluang 20% suara
nasional untuk dirinya, mengingat karir politik dan birokrasinya yang cukup
menawan, walaupun belum dapat menujukkan taringnya secara langsung.
Kemudian
ada nama Prabowo Subiyanto, berbekal kepercayaan klasik masyarakat Indonesia,
Prabowo hadir sebagai Soekarno muda yang menciptakan antithesis dirinya
terhadap Susilo Bambang Yudhoyono. Perawakan yang tegap, bicara yang tegas
serta gaya yang hampir mirip Soekarno, menjadikan Prabowo Subiyanto sebagai
calon kuat dalam pemilu Preiden mendatang.
3.2. Saran
Semoga
tulisan yang tercantum dalam makalah ini dapat dijadikan bahan bacaan yang
menarik, serta sebagai sumber prediksi calon presiden tahun 2014 mendatang.
Harapannya, presiden 2014 nanti mampu membawa nagin segar serta warna baru bagi
dinamisasi kehidupan masyarakat Indonesia. Ketiga nama tadi saya anggap mampu
dan bisa untuk diandalkan. Mereka memiliki kualitas dan pembawaan yang khas,
sesuai dengan banckground masing- masing.
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Majalah :
Chaidar,
Al. 1419 H. Pemilu 1999 Pertarungan
Ideologis Partai- Partai Islam versus Partai- Partai Sekuler. Jakarta:
Darul Falah.
Firmansyah,
Joni. 2012. Release Media dalam Aksi Demonstrasi “Menolak Lupa Tindak Kekerasan
dan Pelanggaran HAM di Indonesia” BEM KM UNDIP, 11 September 2012.
Ngatno.
2011. Segmenting, Targeting dan
Positioning dalam Pemasaran kandidat Politik. FORUM FISIP hal. 13
Pradhanawati,
Ari. 2011. Perilaku Pemilih di Era
Politik Pencitraan dan Pemasaran Politik” FORUM FISIP Undip hal. 10
Internet :
Satriawan
dalam “Menguliti Bakal Calon Presiden Indonesia 2014” 2012. Kompasiana. Diunduh
pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 19.47 WIB.
http://yoilah.blogspot.com/2012/04/menguliti-bakal-calon-presiden.html/ Diunduh pada tanggal 24 Desember 2012 pukul
19.47 WIB.
http://id.berita.yahoo.com/survei-sss-prabowo-bakal-calon-presiden-terkuat-055635214.html
diunduh pada tanggal 24 Desember pukul 19,58 WIB
http://hatta-rajasa.info/profile/biography/41
diunduh pada tanggal 24 Desember pukul 19,56 WIB
[1] Satriawan dalam “Menguliti Bakal
Calon Presiden Indonesia 2014” 2012. Kompasiana. Diunduh pada tanggal 24
Desember 2012 pukul 19.47 WIB.
[2] http://yoilah.blogspot.com/2012/04/menguliti-bakal-calon-presiden.htmlhttp://politik.kompasiana.com/2012/01/19/menguliti-bakal-calon-presiden-indonesia-2014/
[3] Ngatno.
2011. Segmenting, Targeting dan
Positioning dalam Pemasaran kandidat Politik. FORUM FISIP hal. 13
[4]
Ibid
[5]
Ibid
[6]
Ari Pradhanawati. 2011. Perilaku Pemilih
di Era Politik Pencitraan dan Pemasaran Politik” FORUM FISIP Undip hal. 10
[7] Al
Chaidar. 1419 H. Pemilu 1999 Pertarungan
Ideologis Partai- Partai Islam versus Partai- Partai Sekuler. Jakarta:
Darul Falah.
[9]
Ibid
[10]
Ibid
[11]
Joni Firmansyah. 2012. Release Media dalam Aksi Demonstrasi “Menolak Lupa
Tindak Kekerasan dan Pelanggaran HAM di Indonesia” saat menyambut kedatangan
Prabowo Subiyanto menuju Univ. Diponegoro, 11 September 2012.
[12] http://politik.kompasiana.com/2011/02/28/prabowo-antara-ramalan-jayabaya-dan-realita-politik/
http://id.berita.yahoo.com/survei-sss-prabowo-bakal-calon-presiden-terkuat-055635214.html diunduh pada tanggal 24 Desember
pukul 19,56 WIB