Tidak ada Negara miskin..
Yang ada adalah Negara salah kelola..
-Anonymous-
Dalam setiap kesempatan, saya selalu
menyampaikan bahwasanya zaman memiliki masa kadaluarsa. Tak luput di dalam
benak kita bahwa zaman selalu memiliki kejutan dan adagium- adagium semu bagi
tiap- tiap pelaku sejarah. Ya, seperti yang kita ketahui bersama bahwa setiap
zaman pasti memiliki pahlawannya, begitu pula dengan pembencinya! Pahlawan
itulah yang nantinya akan menegakkan peradaban, sementara pembencinya akan
menjadi seteru paling abadi. Ingat! Tak ada dalam kisah manapun, baik kolosal maupun
klasik bahwa pahlawan tak memiliki musuh. Pun demikian berlaku pula pada zaman,
ia pembawa peradaban, ia adalah media pembaharuan. Tinggal bagaimana para
pelaku sejarah belajar pada pengalaman pendahulu mereka untuk menciptakan
peradaban baru bagi zaman mereka.
Bagi tiap- tiap para pelaku sejarah,
identik dengan gelagat dan geliat kaum muda. Jika kau muda, kau harus seperti
ulat nangka. Tak bisa diam pada keadaan stagnan, tak pernah bosan dengan
kedinamisan. Kaum muda kita hari ini dihadapkan pada sebuah tantangan zaman.
Tantangan yang menuntut mereka tidak hanya cerdas di dalam kelas, melainkan
cakap dalam segala bidang. Istilah kerennya, “Agen Perubahan”. Umumnya kaum
muda di negeri kita saat ini didominasi oleh para mahasiswa maupun pegiat
kepemudaan lainnya. Mahasiswa yang sehari- harinya menjalani kehidupan belajar
secara teori, tapi tak pernah acuh pada tirani yang menggerogoti zaman. Memang, tak semuanya berlaku demikian. Masih ada yang peduli, mereka yang masih percaya akan perubahan dan tidak tunduk
pada kemunafikan. Namun siap- siap saja jikalau apa yang kalian lakukan justru dihujat karena demonstrasi yang digelar mengganggu arus lalu lintas, atau ucapan orang tua yang mengatakan, “Jangan
Pergi!” saat engkau merajuk untuk berangkat aksi. Wajar saja, mengingat telah
jatuh korban dalam sebuah demonstrasi akhir- akhir ini. Tapi itulah mahasiswa!
Dilahirkan untuk berjuang, dilahirkan untuk bersuara lantang! Jangan kau diam
saat rakyat miskin yang mensubsidimu untuk kuliah justru “dipermalukan” oleh
para antek kapitalis! Jangan kau bosan bersuara, saat pembunuh tokoh
intelektual pergerakan HAM bebas bersyarat tanpa ada ketuntasan masalah. Jika
ada yang mengatakan ini Negara para bedebah, memang benar! Jangan kau bantah
ini dengan argument apapun karena data yang kau sampaikan akan dimentahkan oleh
fakta dilapangan.
Saban hari, terdengar kabar bahwa
negeri kita ini akan memasuki fase baru dalam perjalanan sejarahnya. Beberapa
bulan lagi Indonesia akan tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Asean, dimana akan
ada persaingan terbuka antar tiap angkatan kerja tanpa memperhitungkan lagi
batas wilayah. Indonesia boleh bernafas lega, karena hingga tahun 2014 angkatan
kerja negeri ini didominasi oleh anak muda dengan usia produktif dengan rentang
usia 18- 26 tahun. Dibandingkan dengan Negara lain, Singapura misalnya yang
justru didominasi oleh masyarakat yang memasuki usia tua. Berdasarkan rilis
UNESCO pada tahun 2011 menunjukan bahwa 98,78%
kaum muda Indonesia sudah melek huruf. Pemerintah juga sudah
menganggarkan 15,18% dari pengeluaran pemerintah dan 2,77% dari Produk Domestik
Bruto (PDB) untuk penyelenggaraan pendidikan. Jumlah pengangguran muda
Indonesia juga cukup rendah sebesar 5% pada 2011 (World Bank, 2011, disadur
dari http://fahminichsan.blogspot.com/2014/05/asian-miracle.html).
Ini adalah data 3 tahun yang lalu,
sekarang mari kita amati data terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
Indonesia. BPS merilis data per Agustus, 2013 bahwa jumlah angkatan kerja Indonesia
sebesar 118, 19 Juta Jiwa. Jumlah yang bekerja per Agustus, 2013 adalah 110, 80
Juta Jiwa. Sementara pengangguran sebesar 7,39 Juta Jiwa. Jika dikalkulasi,
maka akan muncul angka 6,25% dari total angkatan kerja produktif Indonesia yang
dideteksi sebagai pengangguran.(BPS, 2014) Lantas, apakah Indonesia sudah siap
bersaing dengan masyarakat Asean lainnya?
Memaksimalkan Peran Pemuda
Tantangan zaman, semacam
pengangguran telah ada semenjak manusia menerapkan sistem bernegara. Pun
demikian Negara tentunya dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Maka dari itu, salah satu cara mengentaskan pengangguran agar tidak terjerembab
pada “kemiskinan akut” ialah dengan cara berpendidikan. Ini adalah salah satu
upaya yang memang harus kita percayai bahwa dengan berpendidikan, masalah pelik
semacam kemiskinan akan dihapuskan. Tentunya hal ini tak terlepas dari peran
para pelaku sejarah, peran pemuda dan mahasiswa. Kalian, Kita dan semuanya
harus sadar bahwa ada yang perlu diperbaiki dalam diversifikasi gerakan
mahasiswa. Dimana korelasi antara Public
Sector, Privat Sector and Third Sector harus sinergis. Membangun Negara tidak
bisa sendirian apalagi dimonopoli oleh sebuah golongan semata. Membangun Negara
baiknya memang mengesampingkan perbedaan dan mulai menerima kebudayaan baru
tapi harus tetap mempertahankan “Local Genius” sebagai pilar penyaring beragam
kebudayaan yang masuk. Peran ketiga sector inilah yang harusnya menjadi ujung
tombak, serta tameng pertahanan bagi kebangkitan Indonesia.
Ketiga sektor ini harus dicantumkan
dalam setiap elemen grand design para
mahasiswa. Karena tidak ada yang mampu
melakukan tugas mulia ini selain para pemuda dan mahasiswa. Public Sector berkisar pada pembuatan
kebijakan, regulasi dan aturan- aturan serta jaminan keadilan. Tugas ini
tentunya dibebankan kepada pemerintah sebagai lembaga eksekutif. Siapa yang
mengawal? Dalam konstitusi adalah DPR, tapi dalam kehidupan sehari- hari
tentunya adalah Mahasiswa! Private Sector berkutat pada Investasi, profit dan
lain sebagainya. Dalam kasus ini, sektor inilah yang akan paling banyak menjadi
arena bermain para pelaku usaha dan masyarakat. Jika tidak dikawal dengan
matang, pasar akan menguasai Negara, sesuai dengan cita- cita kaum- kaum
Liberalisme. Disaat pasar (market) menguasai negara maka setiap kebijakan negara harus disesuaikan dengan keinginan pasar yang menguntungkan para pemilik modal. Tentunya jika hal ini terjadi, sudah dapat ditebak, rakyatlah yang menjadi korbannya. Sektor terakhir lebih banyak berkutat mengenai tugas- tugas sosial
dan pembangunan kebudayan. Sektor ini adalah sektor penyeimbang dan kaum muda
harusnya lebih banyak menghiasi sektor tersebut. Manakala kalian (Kaum Muda) sudah
paham akan posisi masing- masing, sudah dibekali soft skill hidup berlembaga dengan baik, maka setiap tantangan
zaman tak akan menggoyangkan semangat kalian. Dengan berbekal pendidikan yang
baik dan berkelanjutan, maka generasi muda hari ini akan mampu menjawab
tantangan zaman.
Ini
adalah takdir yang harus dihadapi oleh generasi saat ini. Jika bukan kalian,
jika bukan kita dan semuanya, maka pada siapa lagi asa dan harapan itu
diharapkan? Jika bukan mahasiswa, maka siapa lagi yang akan melawan
ketidakadilan? Gunakan waktu sebaik mungkin dan jadilah agen perubahan yang
dinanti- nantikan. Label mahasiswa tak akan bertahan seumur hidup. Maka carilah
bekal sebanyak mungkin, untuk menjadi pejuang dan pahlawan zaman, bukan justru
menjadi pecundang dibalik topeng pendidikan!
*Disampaikan dalam Sekolah Kebangsaan, Diponegoro School of Nation (DSN) 2014, Universitas Diponegoro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar